UPACARA
BENDERA HARI SANTRI NASIONAL DI KABUPATEN WONOGIRI
Wonogiri, pukul 09.30 s/d 10.30 wib
bertempat di alun-alun Giri Krida Bakti Wonogiri telah dilaksanakan Upacara
Bendera Hari Santri Nasional, minggu
(22/10/17)
Hadir pada upacara tersebut : Bupati
Wonogiri Joko Sutopo, Wakil Bupati Edi Santosa, Forkopinda, Dandim
0728/Wonogiri Letkol Basuki Sepriadi yang sedang dinas diwakilkan Danramil
01/Wonogiri Kapten Inf Tono, H. Abdul Azis ketua MUI Wonogiri, Suharno PC
Wonogiri, H Mubarok Ketua PCNU Wonogiri, Pengurus MWC se-kabupaten Wonogiri dan
Forkopinca Wonogiri.
Susunan pejabat upacara : Inspetur
upacara Joko Sutopo ( Bupati ), Komandan Upacara Santri Priyadi dari Ponpes
Gani Tirto Asri Tirtomoyo, Pa upacara Badarudin Msi Pengurus Ponpes Gani Tirto
Asri Tirtomoyo.
Peserta upacara : 1 SSK Gabungan Banser
NU Wonogiri, 1 SSK Gabungan Muslimat NU se- Kabupaten Wonogiri,1 SSK Gabungan
fatayat NU, IPPNU, IPNU, LP Maa'Ruf NU,1 SSK Gabungan Pagar Nusa, Alumni PKPNU,
JRH, JQH Sholawat Nariyah, Lazis NU, LKNU, 1 SSK Gabungan MWC NU se-Kabupaten
Wonogiri, 1 SSK Gabungan Siswa MTsN dan MAN Kabupaten Wonogiri.
Amanat Inspektur upacara Joko Sutopo
: Hari ini tahun ketiga Keluarga Besar
Nahdlatul Ulama dan seluruh rakyat Indonesia memperingati Hari Santri. Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri tanggal 22
Oktober 2015 yang bertepatan dengan tanggal 9 Muharram 1437 Hijriyah merupakan
bukti pengakuan negara atas jasa para ulama dan santri dalam perjuangan
merebut, mengawal, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.
Berperang menolak dan melawan pendjadjah
itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam,
laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada
dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi
orang-orang jang berada diloear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itoe djadi
fardloe kifayah ( jang tjoekoep kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)” . Tanpa
Resolusi Jihad NU dan pidato Hadlaratus Syeikh yang menggetarkan ini, tidak
akan pernah ada peristiwa 10 November di Surabaya yang kelak diperingati
sebagai Hari Pahlawan.
Kiprah santri teruji dalam mengokohkan
pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila yang bersendikan Bhinneka Tunggal Ika.
Santri berdiri di garda depan membentengi NKRI dari berbagai ancaman. Pada
1936, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan Nusantara sebagai Dârus
Salâm.
Pernyataan ini adalah legitimasi fikih
berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila. Tahun 1945, kaum santri setuju
menghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi persatuan dan kesatuan
bangsa. Tahun 1953, kaum santri memberi gelar Presiden Indonesia, Ir. Soekarno,
sebagai Waliyyul Amri ad-Dlarûri bis Syaukah, pemimpin sah yang harus ditaati
dan menyebut para pemberontak DI/TII sebagai bughat yang harus diperangi.
Tahun 1965, kaum santri berdiri di garda
depan menghadapi rongrongan ideologi komunisme. Tahun 1983/1984, kaum santri
memelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
berbangsa-bernegara dan menyatakan bahwa NKRI sudah final sebagai konsensus
nasional (mu’âhadah wathaniyyah). Selepas Reformasi, kaum santri menjadi bandul
kekuataan moderat sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khittah
1945 bahwa NKRI adalah negara-bangsa—bukan negara agama, bukan negara suku—yang
mengakui seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tanpa
diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan.
Kenyataan ini perlu diungkapkan untuk
menginsyafkan semua pihak, termasuk kaum santri sendiri, tentang saham mereka
yang besar dalam berdiri dan tegaknya NKRI. Tanpa kiprah kaum santri, dengan
sikap-sikap sosialnya yang moderat (tawassuth), toleran (tasâmuh), proporsional
(tawâzun), lurus (i’tidâl), dan wajar (iqtishâd), NKRI belum tentu eksis sampai
sekarang. Negeri-negeri Muslim di Timur Tengah dan Afrika sekarang remuk dan porak
poranda karena ekstremisme dan ketiadaan komunitas penyangga aliran Islam
wasathiyyah.
Momentum Hari Santri hari ini perlu
ditransformasikan menjadi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis
dengan keagamaan. Spirit “nasionalisme bagian dari iman” perlu terus digelorakan di tengah arus
ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme.
Islam dan ajarannya tidak bisa
dilaksanakan tanpa tanah air. Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas
tanah air, karena itu Islam harus bersanding dengan paham kebangsaan. Hari
Santri juga harus digunakan sebagai revitalisasi etos moral kesederhaan,
asketisme, dan spiritualisme yang melekat sebagai karakter kaum santri. Etos
ini penting di tengah merebaknya korupsi dan narkoba yang mengancam masa depan
bangsa.
Korupsi dan narkoba adalah turunan dari
materialisme dan hedonisme, paham kebendaan yang mengagungkan uang dan
kenikmatan semu. Singkatnya, santri harus siap mengemban amanah, yaitu amanah
kalimatul haq. Berani mengatakan “iya” terhadap kebenaran walaupun semua orang
mengatakan “tidak” dan sanggup menyatakan “tidak” pada kebatilan walaupun semua
orang mengatakan “iya”. Itulah karakter dasar santri yang bumi, langit dan
gunung tidak berani memikulnya, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat
Al-Ahzaab ayat 72.
Hari ini santri juga hidup di tengah
dunia digital yang tidak bisa dihindari.
Internet adalah bingkisan kecil dari
kemajuan nalar yang menghubungkan manusia sejagat dalam dunia maya. Ia punya
aspek manfaat dan mudharat yang sama-sama besar.
Internet telah digunakan untuk
menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan dakwah Islam, tetapi juga digunakan untuk
merusak harga diri dan martabat seseorang dengan fitnah dan berita hoaks.
Santri perlu ‘memperalat’ teknologi informasi sebagai media dakwah dan sarana
menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan serta mereduksi penggunaannya yang tidak
sejalan dengan upaya untuk menjaga agama,jiwa,nalar ,harta,keluarga dan
martabat seseorang. Kaidah fikih : al-muhâfadhah ala-l qadîmis shâlih wa-l
akhdzu bi-l jadîdi-l ashlah senantiasa relevan sebagai bekal kaum santri
menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.
Selesai upacara dilanjutkan penyerahan
hadiah hasil lomba oleh bupati kepada : Juara-II catur Persema X di Jepara
tingkat Provinsi An. Hermawan Setyo Budi Utomo (MI Munzalam Mubarok Bulukerto),
Juara-I K3 (Kebersihan, Keindahan, Kerapian) pertendaan Perwimanas di magelang
Sanga putra:Ketua an. Muhammad Abdul Aziz (MA Gani Tirto Asri Tirtomoyo),
Juara-I K3 (Kebersihan, Keindahan, Kerapian) pertendaan Perwimanas di magelang
Sanga putri yang diketuai Evi Lestari (MA Sunan Gunung Jati Kismantoro dan SMA
Karya Mesia Tirtomoyo.
Juga diserahkan hadiah pemenang lomba
Festival Hadroh dalam rangka Hari Santri Nasional tingkat Kabupaten Wonogiri :
Juara-I Grup Hadroh MWC Kec Bulukerto, Juara-II Grup Hadroh MWC Kec Purwanto
dan Juara-III Grup Hadroh MWC Kec Wonogiri. (Pendim 0728/Wng)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar