Sponsor

Selamat Datang di KODIM 0728/Wonogiri.

Senin, 23 Oktober 2017

Upacara Bendera hari Santri Nasional



UPACARA BENDERA HARI SANTRI NASIONAL DI KABUPATEN WONOGIRI


Wonogiri, pukul 09.30 s/d 10.30 wib bertempat di alun-alun Giri Krida Bakti Wonogiri telah dilaksanakan Upacara Bendera Hari Santri  Nasional, minggu (22/10/17)

Hadir pada upacara tersebut : Bupati Wonogiri Joko Sutopo, Wakil Bupati Edi Santosa, Forkopinda, Dandim 0728/Wonogiri Letkol Basuki Sepriadi yang sedang dinas diwakilkan Danramil 01/Wonogiri Kapten Inf Tono, H. Abdul Azis ketua MUI Wonogiri, Suharno PC Wonogiri, H Mubarok Ketua PCNU Wonogiri, Pengurus MWC se-kabupaten Wonogiri dan Forkopinca Wonogiri.

Susunan pejabat upacara : Inspetur upacara Joko Sutopo ( Bupati ), Komandan Upacara Santri Priyadi dari Ponpes Gani Tirto Asri Tirtomoyo, Pa upacara Badarudin Msi Pengurus Ponpes Gani Tirto Asri Tirtomoyo.

Peserta upacara : 1 SSK Gabungan Banser NU Wonogiri, 1 SSK Gabungan Muslimat NU se- Kabupaten Wonogiri,1 SSK Gabungan fatayat NU, IPPNU, IPNU, LP Maa'Ruf NU,1 SSK Gabungan Pagar Nusa, Alumni PKPNU, JRH, JQH Sholawat Nariyah, Lazis NU, LKNU, 1 SSK Gabungan MWC NU se-Kabupaten Wonogiri, 1 SSK Gabungan Siswa MTsN dan MAN Kabupaten Wonogiri.

Amanat Inspektur upacara Joko Sutopo :  Hari ini tahun ketiga Keluarga Besar Nahdlatul Ulama dan seluruh rakyat Indonesia memperingati Hari Santri. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri tanggal 22 Oktober 2015 yang bertepatan dengan tanggal 9 Muharram 1437 Hijriyah merupakan bukti pengakuan negara atas jasa para ulama dan santri dalam perjuangan merebut, mengawal, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.

Pengakuan terhadap kiprah ulama dan santri tidak lepas dari Resolusi Jihad yang dikumandangkan Hadlaratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, pada 22 Oktober 1945. Di hadapan konsul-konsul Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura, bertempat di Kantor Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama di Jl. Boeboetan VI/2 Soerabaja, Fatwa Resolusi Jihad NU digaungkan dengan pidato Hadlaratus Syeikh yang menggetarkan.

Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada diloear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itoe djadi fardloe kifayah ( jang tjoekoep kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)” . Tanpa Resolusi Jihad NU dan pidato Hadlaratus Syeikh yang menggetarkan ini, tidak akan pernah ada peristiwa 10 November di Surabaya yang kelak diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Kiprah santri teruji dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila yang bersendikan Bhinneka Tunggal Ika. Santri berdiri di garda depan membentengi NKRI dari berbagai ancaman. Pada 1936, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan Nusantara sebagai Dârus Salâm.

Pernyataan ini adalah legitimasi fikih berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila. Tahun 1945, kaum santri setuju menghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi persatuan dan kesatuan bangsa. Tahun 1953, kaum santri memberi gelar Presiden Indonesia, Ir. Soekarno, sebagai Waliyyul Amri ad-Dlarûri bis Syaukah, pemimpin sah yang harus ditaati dan menyebut para pemberontak DI/TII sebagai bughat yang harus diperangi.

Tahun 1965, kaum santri berdiri di garda depan menghadapi rongrongan ideologi komunisme. Tahun 1983/1984, kaum santri memelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa-bernegara dan menyatakan bahwa NKRI sudah final sebagai konsensus nasional (mu’âhadah wathaniyyah). Selepas Reformasi, kaum santri menjadi bandul kekuataan moderat sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khittah 1945 bahwa NKRI adalah negara-bangsa—bukan negara agama, bukan negara suku—yang mengakui seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan.

Kenyataan ini perlu diungkapkan untuk menginsyafkan semua pihak, termasuk kaum santri sendiri, tentang saham mereka yang besar dalam berdiri dan tegaknya NKRI. Tanpa kiprah kaum santri, dengan sikap-sikap sosialnya yang moderat (tawassuth), toleran (tasâmuh), proporsional (tawâzun), lurus (i’tidâl), dan wajar (iqtishâd), NKRI belum tentu eksis sampai sekarang. Negeri-negeri Muslim di Timur Tengah dan Afrika sekarang remuk dan porak poranda karena ekstremisme dan ketiadaan komunitas penyangga aliran Islam wasathiyyah.

Momentum Hari Santri hari ini perlu ditransformasikan menjadi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis dengan keagamaan. Spirit “nasionalisme bagian dari iman”  perlu terus digelorakan di tengah arus ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme.

Islam dan ajarannya tidak bisa dilaksanakan tanpa tanah air. Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas tanah air, karena itu Islam harus bersanding dengan paham kebangsaan. Hari Santri juga harus digunakan sebagai revitalisasi etos moral kesederhaan, asketisme, dan spiritualisme yang melekat sebagai karakter kaum santri. Etos ini penting di tengah merebaknya korupsi dan narkoba yang mengancam masa depan bangsa.

Korupsi dan narkoba adalah turunan dari materialisme dan hedonisme, paham kebendaan yang mengagungkan uang dan kenikmatan semu. Singkatnya, santri harus siap mengemban amanah, yaitu amanah kalimatul haq. Berani mengatakan “iya” terhadap kebenaran walaupun semua orang mengatakan “tidak” dan sanggup menyatakan “tidak” pada kebatilan walaupun semua orang mengatakan “iya”. Itulah karakter dasar santri yang bumi, langit dan gunung tidak berani memikulnya, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzaab ayat 72.

Hari ini santri juga hidup di tengah dunia digital yang tidak bisa dihindari.

Internet adalah bingkisan kecil dari kemajuan nalar yang menghubungkan manusia sejagat dalam dunia maya. Ia punya aspek manfaat dan mudharat yang sama-sama besar.

Internet telah digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan dakwah Islam, tetapi juga digunakan untuk merusak harga diri dan martabat seseorang dengan fitnah dan berita hoaks. Santri perlu ‘memperalat’ teknologi informasi sebagai media dakwah dan sarana menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan serta mereduksi penggunaannya yang tidak sejalan dengan upaya untuk menjaga agama,jiwa,nalar ,harta,keluarga dan martabat seseorang. Kaidah fikih : al-muhâfadhah ala-l qadîmis shâlih wa-l akhdzu bi-l jadîdi-l ashlah senantiasa relevan sebagai bekal kaum santri menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.

Selesai upacara dilanjutkan penyerahan hadiah hasil lomba oleh bupati kepada : Juara-II catur Persema X di Jepara tingkat Provinsi An. Hermawan Setyo Budi Utomo (MI Munzalam Mubarok Bulukerto), Juara-I K3 (Kebersihan, Keindahan, Kerapian) pertendaan Perwimanas di magelang Sanga putra:Ketua an. Muhammad Abdul Aziz (MA Gani Tirto Asri Tirtomoyo), Juara-I K3 (Kebersihan, Keindahan, Kerapian) pertendaan Perwimanas di magelang Sanga putri yang diketuai Evi Lestari (MA Sunan Gunung Jati Kismantoro dan SMA Karya Mesia Tirtomoyo.

Juga diserahkan hadiah pemenang lomba Festival Hadroh dalam rangka Hari Santri Nasional tingkat Kabupaten Wonogiri : Juara-I Grup Hadroh MWC Kec Bulukerto, Juara-II Grup Hadroh MWC Kec Purwanto dan Juara-III Grup Hadroh MWC Kec Wonogiri. (Pendim 0728/Wng)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar